Krisis iklim bukan lagi isu masa depan, melainkan tantangan nyata yang kini memengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Cuaca ekstrem, kenaikan permukaan laut, hingga gangguan pada rantai pasok energi global menjadi tanda bahwa dunia sedang menghadapi ancaman serius terhadap stabilitas ekonomi dan sosial. Menyadari pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menghadapi situasi tersebut, Universitas Pertamina menggelar konferensi internasional bertajuk International Conference on Integrated Collaboration for Resilience and Sustainability (ICONIC-RS) 2025. Kegiatan ini berfokus pada pentingnya kerja sama global untuk memperkuat ketahanan energi dan iklim di tengah meningkatnya risiko bencana dan perubahan lingkungan.
Konferensi yang berlangsung pada tahun 2025 itu menjadi wadah strategis bagi akademisi, praktisi, dan pembuat kebijakan dari berbagai negara untuk saling berbagi pengetahuan, pengalaman, serta hasil penelitian terkini. Melalui tema besar tentang ketahanan global, ICONIC-RS menghadirkan diskusi lintas disiplin yang mempertemukan para ahli dari Indonesia, Jepang, dan Amerika Serikat. Para peserta diajak menelaah bagaimana sains, kebijakan publik, dan inovasi teknologi bisa bersinergi untuk menghadapi risiko iklim dan krisis energi yang semakin kompleks. Data dari World Economic Forum (2025) menunjukkan bahwa cuaca ekstrem kini menjadi risiko terbesar kedua di dunia, hanya berada satu tingkat di bawah konflik bersenjata. Di Indonesia sendiri, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat lebih dari 3.800 bencana alam terjadi sepanjang tahun 2025, dengan dominasi banjir, tanah longsor, dan badai ekstrem. Kondisi tersebut bukan hanya mengganggu kehidupan masyarakat, tetapi juga mengancam ketahanan ekonomi serta pasokan energi nasional.
Dalam konteks tersebut, konferensi ICONIC-RS menjadi ruang penting untuk mencari solusi bersama. Direktur Transformasi dan Keberlanjutan Bisnis PT Pertamina (Persero), Agung Wicaksono, menegaskan bahwa sektor energi memiliki peran strategis dalam menjawab tantangan global. Ia menyampaikan bahwa Pertamina terus berinovasi melalui pengembangan biofuel B35, penerapan teknologi rendah karbon, serta kolaborasi dengan Universitas Pertamina melalui Pertamina Sustainability Center. Menurutnya, langkah kolaboratif antara industri dan akademisi menjadi kunci untuk mempercepat transisi energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Senada dengan hal itu, Staf Ahli Bidang Perencanaan Strategis Kementerian ESDM, Jisman P. Hutajulu, menyoroti bahwa transisi energi bukan hanya soal mengganti sumber energi fosil, tetapi juga tentang membangun ketahanan nasional. Ia menjelaskan bahwa bauran energi baru terbarukan (EBT) Indonesia saat ini baru mencapai 57,9 gigawatt dan ditargetkan meningkat menjadi 87,67 gigawatt pada tahun 2029. Bagi Jisman, keterlibatan perguruan tinggi seperti Universitas Pertamina sangat penting dalam memperkuat riset dan menyiapkan sumber daya manusia yang kompeten di bidang energi hijau.
Rektor Universitas Pertamina, Prof. Dr. Ir. Wawan Gunawan A. Kadir, M.S., IPU., menyampaikan bahwa dunia pendidikan memiliki tanggung jawab besar dalam menghadapi risiko global yang semakin kompleks. Menurutnya, ICONIC-RS menjadi contoh nyata kolaborasi multidisipliner yang menghubungkan berbagai bidang keilmuan seperti teknik, ekonomi, komunikasi, hingga diplomasi. Ia menambahkan bahwa penelitian yang relevan dengan kebutuhan masyarakat akan menghasilkan dampak nyata jika dijalankan dengan kolaborasi lintas bidang dan lintas negara. Melalui konferensi ini, Universitas Pertamina tidak hanya mempertemukan pemikiran para ahli, tetapi juga memperluas jejaring internasional yang mampu memperkuat kontribusi Indonesia terhadap agenda keberlanjutan global.
Salah satu aspek yang menonjol dari penyelenggaraan ICONIC-RS 2025 adalah kehadiran lebih dari seratus peserta dari sepuluh negara berbeda yang aktif berdiskusi dan mempresentasikan lima puluh lima publikasi ilmiah. Topik-topik yang diangkat meliputi environmental, social, and governance (ESG), risiko keuangan, manajemen energi, serta komunikasi risiko. Diskusi-diskusi tersebut tidak hanya memperkaya wawasan akademis, tetapi juga membuka peluang kolaborasi riset lintas lembaga dan lintas negara. President Director Pertamina Foundation, Agus Mashud S. Asngari, menekankan pentingnya kolaborasi sebagai strategi menghadapi krisis global. Ia menilai bahwa risiko iklim dan krisis energi saling terhubung dengan ketimpangan ekonomi dan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Menurutnya, dunia tidak bisa menghadapi tantangan global secara terpisah. Kolaborasi menjadi kunci untuk mengubah risiko menjadi peluang dan menciptakan keberlanjutan jangka panjang. Pertamina Foundation sendiri telah meluncurkan Pertamina Net Zero Emission Roadmap 2025 sebagai peta jalan strategis yang menegaskan komitmen perusahaan dalam mengurangi emisi karbon sekaligus mendorong inovasi sosial seperti program Blue Carbon dan pemberdayaan UMKM.
Sebagai institusi pendidikan yang berorientasi pada masa depan, Universitas Pertamina memainkan peran penting dalam mendukung riset dan edukasi keberlanjutan. Melalui Pertamina Sustainability Center, kampus ini mendorong penelitian interdisipliner yang berfokus pada mitigasi perubahan iklim, efisiensi energi, dan pengelolaan sumber daya alam secara bijak. Inisiatif tersebut sejalan dengan semangat green campus serta komitmen Universitas Pertamina terhadap pencapaian SDG 4 (Pendidikan Berkualitas), SDG 13 (Aksi Iklim), dan SDG 17 (Kemitraan untuk Mencapai Tujuan). Prof. Wawan menegaskan bahwa perguruan tinggi harus mampu menjembatani ilmu pengetahuan dengan kebijakan publik. Ia menambahkan, melalui kolaborasi seperti ICONIC-RS, para akademisi belajar menerjemahkan hasil penelitian menjadi kebijakan yang berdampak langsung pada masyarakat. Dengan cara itu, pendidikan tinggi dapat berkontribusi secara nyata terhadap ketahanan energi dan keberlanjutan global.
Kolaborasi lintas sektor yang digagas oleh Universitas Pertamina melalui ICONIC-RS 2025 menciptakan optimisme baru terhadap masa depan energi dan iklim dunia. Dengan mempertemukan para pakar dari berbagai disiplin ilmu dan negara, kegiatan ini membuktikan bahwa kerja sama internasional bukan sekadar wacana, melainkan langkah nyata menuju masa depan yang tangguh, hijau, dan inklusif. Bagi Universitas Pertamina, upaya tersebut bukan hanya bagian dari agenda akademik, tetapi juga wujud komitmen dalam membangun generasi muda yang berpikir kritis, kolaboratif, dan visioner. Dalam menghadapi risiko global yang semakin dinamis, ilmu pengetahuan yang berpadu dengan semangat kolaborasi akan menjadi fondasi utama untuk menciptakan ketahanan yang berkelanjutan bagi umat manusia.